Kompas Edisi Senin 8 Agustus 2016 |
Peredaran Obat Tak Terkendali
Lebih dari 80 Persen Sarana Kefarmasian Menyalahi Aturan
JAKARTA, KOMPAS — Terkuaknya peredaran vaksin palsu sejatinya merupakan bagian dari masalah lebih besar, yakni tak terkendalinya distribusi obat. Banyak obat, termasuk obat keras, diperjualbelikan bebas oleh orang ataupun badan usaha yang tak berhak atau menyalahi aturan. Meski berlangsung puluhan tahun, upaya serius pemerintah menegakkan aturan distribusi obat belum nyata.
Penelusuran Kompas hingga Minggu (7/8) di sejumlah pasar, warung, minimarket, pedagang kaki lima, toko obat, toko daring, dan apotek di Jakarta, Bogor, dan Tangerang Selatan menunjukkan mudahnya memperoleh obat. Kemudahan itu membuka peluang besar peredaran obat palsu, obat kedaluwarsa, obat tanpa izin edar, hingga obat-obatan yang mengandung bahan berbahaya.
Salah satu jenis obat yang mudah diperoleh ialah penggugur kandungan. Obat itu dijual pedagang minuman di Pasar Pramuka, Jakarta Timur. Meski dijual agak tersembunyi, banyak pedagang makanan dan minuman menawarkan jasa untuk mendapatkan obat itu.
Medali Penyemangat dari Sri Wahyuni
RIO DE JANEIRO, KOMPAS Tak gentar terhadap lawan, juga ketepatan strategi, mengantar lifter putri Sri Wahyuni berdiri di podium dengan kalungan medali perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016, di cabang angkat besi kelas 48 kilogram. Prestasi Yuni dalam debutnya di Olimpiade ini bisa menjadi penyemangat bagi atlet Indonesia lainnya untuk menampilkan aksi terbaik.
Yuni merebut medali perak pada hari pertama cabang angkat besi. Di panggung Paviliun 2 Riocentro, Rio de Janeiro, Brasil, Sabtu (6/8) malam waktu setempat, Yuni menunjukkan ketangguhannya meski lalu kalah dari lifter Thailand, Sopita Tanasan.
"Medali ini saya persembahkan bagi Indonesia. Saat akan mengangkat beban, saya selalu ingat ini untuk Indonesia," ujar Yuni sambil memperlihatkan medali peraknya. Medali itu akan disimpan di lemari kaca di rumahnya bersama medali lain, termasuk saat juara dunia yunior pada 2014.
PERLINDUNGAN WARGA NEGARA
Penyanderaan WNI Makin Merajalela
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah upaya pemerintah membebaskan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan, kini seorang WNI, Herman Bin Manggak (38), kembali disandera. Penyanderaan warga asal Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang jadi kapten kapal penangkap udang berbendera Malaysia ini merupakan peristiwa kelima dalam enam bulan terakhir.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Lalu M Iqbal, Minggu (7/8), menuturkan, Kemlu sudah mengetahui penyanderaan itu sejak 5 Agustus. "Kapal itu berbendera Malaysia dan berpangkalan di kota Sandakan, Malaysia. Peristiwa terjadi di wilayah Malaysia, korban diperkirakan dilarikan ke Filipina," papar Iqbal.
Kantor berita Malaysia, Bernama, Sabtu (6/8), memberitakan, sebuah perahu nelayan khas Filipina yang berisi tiga pria berseragam loreng lusuh dengan senapan M-16 dan seorang pria tidak bersenjata menghadang kapal nelayan SN 6599/4/F yang berpangkalan di Sandakan. Peristiwa ini terjadi di perairan antara Sabah, Malaysia, dan Filipina selatan, Rabu (3/8) petang.
No comments:
Post a Comment