Kompas Edisi Kamis 11 Agustus 2016 |
Polri Tunda Pengusutan Kasus Haris
Inisiatif Presiden Ditunggu
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia menunda menyelidiki dugaan pencemaran nama baik Polri, Tentara Nasional Indonesia, dan Badan Narkotika Nasional yang dilakukan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar.
Langkah ini diambil karena Polri memprioritaskan menyelesaikan investigasi terkait dugaan keterlibatan oknum Polri dalam penanganan kasus narkoba dengan terpidana mati Freddy Budiman. Investigasi itu dilakukan tim independen Polri yang diketuai Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Dwi Priyatno.
"Kami fokus pada investigasi tim independen sehingga penanganan laporan (terhadap Haris) ditunda sementara. Tim independen akan menyelidiki substansi terkait tuduhan adanya oknum Polri yang menerima uang sekitar Rp 90 miliar dari Freddy. Ini yang kami cari, apakah ada perkara yang berkaitan dengan gratifikasi atau penyuapan?" kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, Rabu (10/8), di Jakarta.
KEKERASAN DI SEKOLAH
Sistem Pendidikan Saatnya Dibenahi
MAKASSAR, KOMPAS — Di tengah gencarnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyerukan pembangunan karakter pada peserta didik, kasus kekerasan yang melibatkan pendidik malah terus terjadi.
Terakhir, Rabu (10/8), seorang guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Makassar, Sulawesi Selatan, dianiaya oleh orangtua siswa. Diduga, kasus ini berawal ketika guru tersebut menegur MA, siswa yang tidak mengikuti pelajaran menggambar.
Pakar pendidikan dan pelatih guru Itje Chodidjah mengungkapkan, rentetan kasus tersebut menunjukkan ada kekeliruan mendasar dalam sistem pendidikan, termasuk sistem pendidikan guru dan penghargaan orangtua terhadap guru atau sekolah.
Peraih Medali Olimpiade 2016
Harum Indonesia oleh Yuni dan Eko Yuli
Dari pinggiran Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sri Wahyuni Agustiani (22) mengharumkan Indonesia lewat medali perak angkat besi putri Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Persembahan serupa dilakukan lifter putra Eko Yuli Irawan yang berasal dari Metro, Lampung. Perjuangan kedua lifter didukung doa keluarga bersahaja.
"Yuni mohon doa agar lewat angkat besi bisa membuat bangga Indonesia," tutur Rosita (41), ibunda Yuni, panggilan Sri Wahyuni, di rumah 56 meter persegi, dalam labirin Gang Masjid, Desa Banjaran Wetan, Banjaran, Kabupaten Bandung, Rabu (10/8). Ia mengulang permintaan anaknya yang diucapkan saat keduanya bertemu di Bekasi, Juli 2016.
Dengan biaya Rp 100.000, Rosita datang menggunakan bus umum untuk melepas Yuni berlaga di Rio 2016. "Sembari menangis haru, saya bilang selain makanan kesukaannya, ikan peda dan tutut, saya hanya membawa doa," kata Rosita, pegawai negeri sipil di salah satu dinas di Kabupaten Bandung.
No comments:
Post a Comment