Kompas Edisi Jumat 12 Agustus 2016 |
Satukan Tim Investigasi
Presiden: Telusuri Dugaan Keterlibatan Aparat
BADUNG, KOMPAS — Presiden Joko Widodo, Kamis (11/8), di Bali, meminta tim yang dibentuk kepolisian untuk menelusuri informasi dugaan keterlibatan aparat negara dalam jaringan narkoba Freddy Budiman. Jika informasi itu terbukti benar, harus diproses secara serius.
Selain dari Polri, saat ini juga ada tim lain yang dibentuk untuk mengungkap dugaan keterlibatan aparat negara dalam jaringan Freddy, seperti yang dituliskan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar. Tim itu dibentuk oleh TNI, Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Terkait hal itu, Presiden perlu membentuk satu tim yang bersifat lintas lembaga dan diisi oleh tokoh masyarakat yang dipercaya. Tim berada di atas atau menggabungkan beberapa tim yang kini dibentuk sejumlah institusi untuk mengungkap kebenaran cerita Haris.
Kekerasan Di Sekolah
Perkuat Mental Anak Mulai dari Keluarga
JAKARTA, KOMPAS — Kekerasan yang melibatkan guru dan orangtua murid di Makassar, Sulawesi Selatan, ibarat puncak gunung es dari rapuhnya nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga dan sekolah. Pada kasus per kasus yang terjadi di beberapa wilayah Tanah Air selama ini, baik guru, siswa, maupun orangtua sama-sama punya andil kerapuhan mental.
”Umumnya berawal dari guru yang memberi hukuman fisik kepada siswa karena tidak mampu mengelola situasi. Lalu muncul sikap cengeng siswa dengan mengadu ke orangtua. Tak ayal, orangtua pun melampiaskan emosinya tanpa peduli lagi lingkungan sekolah,” ujar Hidayat Nahwi Rasul, pengamat pendidikan keluarga, di Jakarta, Kamis (11/8).
Hidayat menilai, daftar panjang kasus kekerasan di sekolah adalah cerminan tidak kuatnya mental guru, anak, dan orangtua menghadapi situasi yang sulit. Guru dan orangtua temperamental, ditingkahi dengan sikap cengeng anak. Jika semuanya bermental kuat, situasi sesulit apa pun bisa dikelola dengan baik tanpa menimbulkan gesekan.
OBAT ILEGAL
”Gelap” dan ”Terang” di Depan Mata
Tak sembarangan perusahaan boleh menyalurkan produk farmasi. Faktanya, ada jalur resmi dan tak resmi distribusi obat. Jalur resmi diawasi ketat demi menjamin mutu dan keamanan obat. Sementara pelaku jalur ilegal mengandalkan relasi untuk menyalurkan obat yang tak terjamin mutu, keamanan, dan manfaatnya.
Seorang tenaga pemasaran dari pedagang besar farmasi (PBF) PT Harsen Laboratories, Rianto, menuturkan, untuk jadi tenaga pemasaran obat, dirinya tak perlu memiliki gelar akademis atau spesialisasi khusus. Lulusan SMA pun bisa. Dalam sebulan, tenaga pemasaran mendapat upah dari PBF sebesar upah minimum regional. Bonus Rp 500.000-Rp 2 juta didapat jika target penjualan tercapai. ”Dalam sebulan kami harus bisa menjual produk Rp 500 juta-Rp 1 miliar,” ujarnya.
Rianto yang ditemui di Pasar Pramuka, Jakarta, Selasa (9/8), menjamin distributor resmi hanya memasok obat asli. Sebagai tenaga pemasaran, ia bekerja mengenakan seragam dengan logo produk obat yang ia distribusikan. Apotek rakyat di Pasar Pramuka jadi salah satu tempat Rianto menjual obat.
No comments:
Post a Comment