Monday, October 3, 2016

Kompas Edisi Senin 3 Oktober 2016

Kompas Edisi Senin 3 Oktober 2016
Kompas Edisi Senin 3 Oktober 2016

OMSP Butuh Kajian Lengkap

Kehadiran TNI Dibutuhkan


JAKARTA, KOMPAS — Seperti halnya organisasi militer di negara lain, Tentara Nasional Indonesia juga memiliki tugas operasi militer selain perang. Kondisi sosial politik nasional saat ini membuat OMSP oleh TNI menjadi kebutuhan yang sulit dihindari.

 Namun, sejumlah aturan yang lebih detail dibutuhkan untuk pelaksanaan operasi militer selain perang (OMSP) agar kegiatan itu tidak mengganggu upaya TNI, yang pada 5 Oktober genap berusia 71 tahun, untuk menjadikan anggotanya sebagai prajurit profesional.

Dalam Pasal 7 Ayat (2) Huruf (b) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan ada 14 macam bentuk OMSP. Seperti halnya operasi militer untuk perang (OMP), OMSP juga bagian dari pelaksanaan tugas TNI menjaga kedaulatan dan keutuhan negara serta melindungi bangsa.


Masalah Industrial

Karyawan Freeport Indonesia Mogok


JAYAPURA, KOMPAS — Sekitar 1.200 pekerja PT Freeport Indonesia pada area kerja pertambangan terbuka di Grasberg, Distrik Tembagpura, Kabupaten Mimika, Papua, sudah lima hari mogok kerja. Aksi yang dimulai Rabu (28/9) itu menuntut kenaikan bonus kerja dari 27 persen menjadi 50 persen dari gaji pokok, sama seperti yang diterima pekerja di dalam tanah.

Frans Okoseray, pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT Freeport Indonesia, saat dihubungi dari Jayapura, Minggu (2/10), mengatakan, pekerja yang mogok itu adalah sopir kendaraan yang mengangkut bahan baku di lokasi penambangan terbuka di Grasberg dan operator alat berat.

”Mereka menginginkan adanya keadilan dari pihak perusahaan. Para pekerja ini merasa aktivitas mereka sama beratnya dengan pekerja di underground. Karena itu, persentase bonus yang diterima pun seharusnya sama,” kata Frans.


KANKER PAYUDARA

Menularkan Semangat Sesama Penyintas


Sebanyak 701 orang dari sejumlah daerah dipertemukan untuk pertama kali, Sabtu (1/10), di Jakarta. Kebersamaan mereka itu untuk saling memberi semangat. Mereka adalah para penyintas kanker payudara.

Dalam rangka Bulan Kanker Payudara Dunia yang diperingati setiap Oktober, Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) mempertemukan ratusan penyintas kanker payudara dari sekitar 50 daerah di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta. Pertemuan itu mengusung tema "Bersatu Melawan Kanker Payudara".

Demi pertemuan itu, mereka rela menempuh perjalanan hingga ratusan kilometer dengan biaya sendiri. Kemampuan fisik yang terbatas karena belum sepenuhnya pulih dari kanker tak menghalangi mereka untuk datang dan berbagi informasi.

Saturday, October 1, 2016

Kompas Edisi Sabtu 1 Oktober 2016

Kompas Edisi Sabtu 1 Oktober 2016
Kompas Edisi Sabtu 1 Oktober 2016

Deklarasi Rp 4.000 Triliun

Melalui Program Pengampunan, Wajib Pajak Bertambah 11.920 Orang


JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengapresiasi dan berterima kasih kepada wajib pajak, dunia usaha, dan masyarakat yang berpartisipasi dalam program pengampunan pajak tahap pertama. Presiden mengingatkan, program ini masih berlangsung hingga 31 Maret 2017.

 Kepercayaan masyarakat dan dunia usaha ini menjadi momentum untuk mereformasi perpajakan, memperluas basis pajak, dan meningkatkan rasio pajak di Indonesia. Presiden juga berterima kasih kepada petugas pajak yang dalam tiga bulan terakhir bekerja keras hingga tengah malam.

Program pengampunan pajak tahap pertama berakhir pada Jumat (30/9). Jumat malam, Presiden memantau layanan pengampunan pajak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.


KASUS NOVANTO

Standar Moral DPR Dipertanyakan


JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat memulihkan nama baik mantan Ketua DPR Setya Novanto memunculkan pertanyaan terkait standar moral anggota DPR. Novanto pernah disidang MKD karena kasus dugaan permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia.

”Saya sudah tidak tahu lagi apakah DPR kita masih memiliki standar moral dalam berpolitik?” kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, Jumat (30/9), saat dihubungi dari Jakarta. Syafii mengingatkan, putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) itu makin menurunkan kepercayaan publik dan citra DPR.

Secara terpisah, Wakil Ketua MKD dari Fraksi PDI-P Hamka Haq, kemarin, menuturkan, sidang MKD pada 27 September 2016 tidak merehabilitasi nama baik Novanto. MKD hanya menegaskan bahwa sebelumnya tidak pernah memberikan putusan bersalah terhadap Novanto.


PENGAMPUNAN PAJAK

Berusaha hingga Menit Terakhir


 Antusiasme wajib pajak untuk mendapatkan pengampunan pajak hingga hari terakhir tahap pertama tarif tebusan termurah tak juga surut. Bahkan, ada yang rela begadang di sekitar kantor pajak agar bisa mendapatkan antrean lebih awal pada esok harinya. Ari Gunawan (30) tiba di masjid kompleks Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (29/9) pukul 23.00. Niatnya sudah mantap untuk menginap di sana agar bisa mendapatkan antrean awal di Kantor Pusat DJP.

Namun, dia gagal membunuh kantuknya malam itu. Ambisinya mendapatkan tarif tebusan termurah 2 persen untuk deklarasi harta dalam negeri dan takut terlambat bangun justru membuatnya tak bisa tidur. Jadilah pekerja karier yang tinggal di Johar Baru, Jakarta Pusat, itu semalaman begadang menantikan pintu Kantor DJP dibuka petugas keamanan.

Jumat (30/9) pukul 05.00, pemuda itu langsung bergegas menuju pintu depan kantor pajak. Walau sudah begadang, Ari mendapatkan nomor urut enam karena ternyata ada wajib pajak lain yang gigih mengantre sejak dini hari. Ari mengatakan, baru sempat mengikuti program pengampunan pajak karena kesibukannya sehari-hari dan administrasi yang belum lengkap. ”Saya sebelumnya mengunjungi kantor pajak dekat rumah, tetapi antreannya panjang sekali. Akhirnya tertunda terus dan baru ada kesempatan saat ini,” ujar Ari.

Kompas Edisi Sabtu 1 Oktober 2016

Kompas Edisi Sabtu 1 Oktober 2016
Kompas Edisi Sabtu 1 Oktober 2016

Deklarasi Rp 4.000 Triliun

Melalui Program Pengampunan, Wajib Pajak Bertambah 11.920 Orang


JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengapresiasi dan berterima kasih kepada wajib pajak, dunia usaha, dan masyarakat yang berpartisipasi dalam program pengampunan pajak tahap pertama. Presiden mengingatkan, program ini masih berlangsung hingga 31 Maret 2017.

 Kepercayaan masyarakat dan dunia usaha ini menjadi momentum untuk mereformasi perpajakan, memperluas basis pajak, dan meningkatkan rasio pajak di Indonesia. Presiden juga berterima kasih kepada petugas pajak yang dalam tiga bulan terakhir bekerja keras hingga tengah malam.

Program pengampunan pajak tahap pertama berakhir pada Jumat (30/9). Jumat malam, Presiden memantau layanan pengampunan pajak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.


KASUS NOVANTO

Standar Moral DPR Dipertanyakan


JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat memulihkan nama baik mantan Ketua DPR Setya Novanto memunculkan pertanyaan terkait standar moral anggota DPR. Novanto pernah disidang MKD karena kasus dugaan permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia.

”Saya sudah tidak tahu lagi apakah DPR kita masih memiliki standar moral dalam berpolitik?” kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, Jumat (30/9), saat dihubungi dari Jakarta. Syafii mengingatkan, putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) itu makin menurunkan kepercayaan publik dan citra DPR.

Secara terpisah, Wakil Ketua MKD dari Fraksi PDI-P Hamka Haq, kemarin, menuturkan, sidang MKD pada 27 September 2016 tidak merehabilitasi nama baik Novanto. MKD hanya menegaskan bahwa sebelumnya tidak pernah memberikan putusan bersalah terhadap Novanto.


PENGAMPUNAN PAJAK

Berusaha hingga Menit Terakhir


 Antusiasme wajib pajak untuk mendapatkan pengampunan pajak hingga hari terakhir tahap pertama tarif tebusan termurah tak juga surut. Bahkan, ada yang rela begadang di sekitar kantor pajak agar bisa mendapatkan antrean lebih awal pada esok harinya. Ari Gunawan (30) tiba di masjid kompleks Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (29/9) pukul 23.00. Niatnya sudah mantap untuk menginap di sana agar bisa mendapatkan antrean awal di Kantor Pusat DJP.

Namun, dia gagal membunuh kantuknya malam itu. Ambisinya mendapatkan tarif tebusan termurah 2 persen untuk deklarasi harta dalam negeri dan takut terlambat bangun justru membuatnya tak bisa tidur. Jadilah pekerja karier yang tinggal di Johar Baru, Jakarta Pusat, itu semalaman begadang menantikan pintu Kantor DJP dibuka petugas keamanan.

Jumat (30/9) pukul 05.00, pemuda itu langsung bergegas menuju pintu depan kantor pajak. Walau sudah begadang, Ari mendapatkan nomor urut enam karena ternyata ada wajib pajak lain yang gigih mengantre sejak dini hari. Ari mengatakan, baru sempat mengikuti program pengampunan pajak karena kesibukannya sehari-hari dan administrasi yang belum lengkap. ”Saya sebelumnya mengunjungi kantor pajak dekat rumah, tetapi antreannya panjang sekali. Akhirnya tertunda terus dan baru ada kesempatan saat ini,” ujar Ari.

Friday, September 30, 2016

Kompas Edisi Jumat 30 September 2016

Kompas Edisi Jumat 30 September 2016
Kompas Edisi Jumat 30 September 2016

Deklarasi Rp 4.000 Triliun

Melalui Program Pengampunan, Wajib Pajak Bertambah 11.920 Orang


JAKARTA, KOMPAS — Deklarasi aset melalui program pengampunan pajak menembus Rp 4.000 triliun dan sesuai target di kisaran Rp 3.000 triliun hingga Rp 4.000 triliun. Selain mencapai target, Direktorat Jenderal Pajak juga mendapatkan tambahan wajib pajak baru sebanyak 11.920 orang.
Jumlah wajib pajak baru itu kemungkinan besar masih akan terus bertambah karena program pengampunan pajak tahap pertama berakhir pada Jumat (30/9) dan tahap tiga berakhir pada 31 Maret 2017. ”Deklarasi sudah lebih dari Rp 4.000 triliun,” kata Direktur Jenderal Pajak (DJP) Ken Dwijugiasteadi menjawab pertanyaan Kompas di Jakarta, Kamis (29/9).

Berdasarkan data yang ditampilkan pada laman DJP pada Kamis pukul 22.00, sebanyak 297.202 wajib pajak mengikuti program pengampunan pajak. Total aset yang dideklarasikan Rp 3.184 triliun. Uang tebusan berdasarkan surat pernyataan harta (SPH) mencapai Rp 79,4 triliun.


PON JABAR 2016

Saatnya Serius Menata Pembinaan Olahraga


JAKARTA, KOMPAS — Pekan Olahraga Nasional Jabar 2016 rampung digelar. Meski atlet-atlet muda bermunculan di sejumlah cabang, dominasi atlet level pelatnas atau level internasional masih terasa. Namun, muncul pula kenyataan bahwa kualitas atlet Tanah Air masih tertinggal dari atlet negara lain.

Fenomena ini menguatkan perlunya perubahan pembinaan atlet muda, salah satunya menjadikan PON sebagai ajang bagi atlet-atlet muda untuk menembus level elite.

Pengajar Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta Djoko Pekik mengatakan, pemerintah mesti lebih peduli dan serius melihat hal tersebut. Pemerintah harus membuat regulasi yang mengikat, salah satunya soal pembatasan atlet yang tampil di PON. Atlet level pelatnas, yang sudah tampil di level internasional, seharusnya tidak lagi turun di PON.


Pelestarian Cagar Budaya

Mereka yang Kesengsem Lasem


Rumah-rumah gedong berusia hampir 150 tahun itu dibiarkan sepi setelah ditinggalkan pemilik atau ahli warisnya. Gerbang kayu megah yang menjadi pintu masuk terlihat kusam, menandakan rumah tidak terawat.

Rumah-rumah besar perpaduan arsitektur Tiongkok-Hindia di kawasan pecinan Lasem di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, itu seolah di ambang kehancuran. Kawasan itu tumbuh pesat seiring pesatnya perdagangan candu di Pulau Jawa pada abad ke-19. James R Rush dalam bukunya, Opium to Java, mencatat Lasem sebagai corong candu pada 1860-an.

Seiring hancurnya perdagangan candu, sebagian besar warganya beralih menjadi pengusaha batik. Namun, Lasem kembali mati suri, hanya sebagai pelintasan di antara kesibukan jalur pantura yang dirintis saat pemerintahan Daendels pada 1808.

Thursday, September 29, 2016

Kompas Edisi Kamis 29 September 2016

Kompas Edisi Kamis 29 September 2016
Kompas Edisi Kamis 29 September 2016

Hati-hati Putuskan NCICD

Belum Ada Kajian Komprehensif soal Dampak Menyeluruh


JAKARTA, KOMPAS — Menjelang tenggat kajian Proyek Pembangunan Kawasan Pesisir Terpadu Ibu Kota Nasional (NCICD), pemerintah perlu ekstra hati-hati memutuskan lanjut tidaknya proyek raksasa tersebut. Dampak yang ditimbulkan tidak bisa ditarik kembali saat proyek fisik dimulai, bisa merugikan semua pihak, termasuk penanam modal.

Penelitian yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menemukan, Proyek Pembangunan NCICD ini berisiko besar bagi lingkungan dan arus laut di Teluk Jakarta, selain berdampak sosial budaya.

Ahli kelautan Balai Pengkajian dan Dinamika Pantai-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPDP-BPPT), Widjo Kongko, Rabu (21/9), mengatakan, tahun 2013-2014, lembaganya melakukan pemodelan terhadap rencana proyek ini.


PON 2016

Jabar Kampiun di Tengah Persoalan


BANDUNG, KOMPAS — Kontingen tuan rumah Jawa Barat akhirnya menahbiskan diri sebagai pengumpul medali terbanyak PON 2016 dengan total 217 medali emas. Medali emas sepak bola menjadi emas pamungkas Jabar di PON kali ini.

Meski meraih hasil maksimal, perhelatan PON Jabar 2016 diwarnai dengan sejumlah kejadian yang menodai sportivitas yang ingin dibangun dan menjadi filosofi olahraga sejak awal. Persiapan yang tidak maksimal membuat penyelenggaraan terkesan tidak jauh berbeda dengan penyelenggaraan PON sebelumnya.

Cabang atletik menjadi cabang yang kesiapannya paling akhir. Ketiadaan peralatan tanding hingga dua hari menjelang perlombaan memunculkan sejumlah tanda tanya, termasuk di kalangan delegasi teknik yang bertugas memastikan kelancaran penyelenggaraan lomba di cabang itu.


Banjir Garut

Ujian bagi Pengungsi Menata Masa Depan


Waktu menunjukkan pukul 21.00 saat Nyonya Nenah (37) menahan kantuk, Selasa (27/9). Dua bola mata warga Kampung Cimacan, Desa Haurpanggung, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat, memerah.

Anak bungsunya, Ali (3), tidur di pangkuan sejak sejam lalu. Hujan deras yang terjadi kembali mengganggu waktu istirahatnya di pengungsian setelah banjir bandang meratakan rumahnya.

Tinggal di teras samping Masjid Al Muqaroh Cimacan selebar 1 meter, cipratan air leluasa membasahi karpet dan plastik tipisnya. Dingin menusuk tulang meski jaket tebal kumal sudah ia pakai.

”Sudah tujuh hari tinggal di sini. Terus diguyur hujan, kepala ini sakit juga,” kata Ny Nenah sembari memasang koyok sakit kepala di jidatnya.