Thursday, August 18, 2016

Kompas Edisi Kamis 18 Agustus 2016

Kompas Edisi Kamis 18 Agustus 2016
Kompas Edisi Kamis 18 Agustus 2016

Emas Kado Kemerdekaan

Tontowi/Liliyana Tampil Gemilang Tundukkan Chan/Goh di Final


RIO DE JANEIRO, KOMPAS Atlet, pelatih, ofisial, dan suporter RI lantang menyanyikan "Indonesia Raya" pada hari terakhir penampilan atlet-atlet Indonesia di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir mewujudkan momen itu di HUT Ke-71 RI.

Ganda campuran Tontowi/Liliyana menyumbangkan satu-satunya medali emas Indonesia setelah memenangi final ganda campuran atas ganda Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying, dengan skor 21-14, 21-12 di Paviliun 4 Riocentro, Rabu (17/8) siang waktu setempat. Inilah puncak perjuangan 28 atlet Indonesia dalam persaingan 10.000-an atlet dari 207 delegasi sejak Olimpiade Rio dibuka pada 5 Agustus.

Rasa bangga, bahagia, dan haru menyatu dalam tangis Tontowi, Liliyana, pelatih ganda campuran Richard Mainaky, dan semua pendukung Indonesia di Riocentro. Suporter Indonesia, yang jumlahnya lebih banyak daripada pendukung tim lawan, tak henti memberi semangat kepada Tontowi/Liliyana.


RAPBN 2017

Faktor Domestik Jadi Penentu Pertumbuhan


JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berkomitmen memelihara momentum pertumbuhan ekonomi pada 2017. Di tengah situasi perekonomian global yang masih lemah, sumber pertumbuhan di dalam negeri menjadi penentu daya tumbuh. Salah satu kuncinya adalah ekspansi dunia usaha.

Dunia usaha menjadi faktor penting. Hal ini menilik kondisi perekonomian Indonesia saat ini yang diwarnai dengan keterbatasan kapasitas fiskal.

Demikian pesan yang dipetik dari pidato Presiden Joko Widodo terkait substansi Rancangan APBN 2017 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017. Presiden menyampaikan pidato pengantar RAPBN 2017 dan nota keuangan pada Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (16/8).


Kembar Siam

Yuliana-Yuliani Setelah 29 Tahun Pisah


Dua puluh sembilan tahun silam, Yuliana dan Yuliani adalah kisah kembar siam yang mendebarkan. Kini, mereka tak kenal lelah menggapai mimpi. Yuliana ialah mahasiswa program doktoral, sementara Yuliani menjadi dokter.

Kisah mereka bermula tahun 1987, saat kembar siam Yuliana-Yuliani, anak pasangan Tularji dan Hartini dari Tanjung Pinang, terlahir kembar siam dempet di kepala secara vertikal (kraniopagus). Pada usia 2 bulan 21 hari, kembar siam itu menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Adalah Padmosantjojo, ahli bedah saraf RSCM saat ini, berperan banyak pada operasi pemisahan si kembar. Dengan ketelitiannya, pria kelahiran Kediri, 26 Februari 1937, itu memisahkan selaput otak (duramater) yang berlekatan dengan pisau bedah biasa dan mata telanjang. Operasi pada 21 Oktober 1987 itu jadi tonggak sejarah bidang kedokteran di Indonesia, khususnya bedah saraf.

No comments:

Post a Comment