Kompas Edisi Kamis 17 Maret 2016 |
Legislator Belum Transparan
9.676 Anggota DPRD Belum Isi LHKPN
JAKARTA, KOMPAS — Anggota legislatif, baik di tingkat pusat maupun daerah, belum memiliki kultur transparansi yang memadai dalam melaporkan harta kekayaan. Padahal, transparansi kekayaan menjadi bentuk akuntabilitas terhadap para pemilih, sekaligus meminimalkan potensi korupsi.
Minimnya budaya transparan ini antara lain terlihat dari data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dihimpun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Data KPK per 8 Maret 2016 menunjukkan anggota legislatif secara akumulatif paling banyak yang belum menyerahkan LHKPN dibandingkan dengan anggota lembaga eksekutif, yudikatif, dan pejabat BUMN/BUMD.
Sebanyak 9.755 anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau sekitar 72,72 persen dari wajib lapor belum pernah sama sekali menyerahkan LHKPN. Dari jumlah total tersebut, terdapat 69 anggota DPR, 10 anggota DPD, dan 9.676 anggota DPRD. Dari jumlah anggota legislatif yang sudah melapor pun, tidak semua patuh memperbarui LHKPN.
SUMBER DAYA MANUSIA
Korporasi Bersaing Memikat Generasi Y
JAKARTA, KOMPAS — Persaingan untuk mendapatkan sumber daya manusia generasi milenial makin ketat. Mereka lebih memilih untuk bekerja di usaha rintisan (start up) berbasis digital dengan kultur kerja yang menarik. Situasi ini menjadikan perusahaan mapan harus mencari cara untuk mendapatkan SDM terbaik.
Kalangan eksekutif perusahaan mapan ataupun usaha rintisan yang dihubungi Kompas di Jakarta, Rabu (16/3), menyatakan, mereka menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang terbaik. Beberapa langkah yang dilakukan antara lain memantau kantong-kantong sumber talenta, menawarkan magang sebelum lulus, tawaran melanjutkan studi, dan menawarkan suasana kerja yang dinamis.
Presiden Direktur dan CEO PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja mengatakan, secara umum kantong-kantong yang memiliki generasi Y dengan potensi dan kemampuan yang diinginkan OCBC sudah diidentifikasi.
KOPERASI TANI
Meski Anak Sapi Harus Mati...
Anda serius mau mengonsumsi beras organik yang sehat? Silakan hubungi Koperasi Sri Asih di Kabupaten Indramayu sebelum musim gadu, Mei nanti. Petani di sana telah siap melayani. Bahkan, kini, mereka berinovasi dari pengutang jadi pemberi pinjaman uang tunai, dan pembeli sawah gadai sesama petani.
Tanaman padi organik di lahan seluas empat bahu (2,8 hektar) saat ini tengah berbunga. Akhir April nanti anggota Koperasi Sri Asih akan memanen beras organik tak kurang dari 18 ton. Setiap hektar rata-rata menghasilkan 8 ton gabah kering panen. Separuh lahan dari 2,8 hektar itu milik pribadi lima petani.
"Inilah hasil beras organik dari sistem gadai yang kami ambil. Kalau sewa sawah terus, kami rugi. Karena selalu ada petani yang menggadaikan sawahnya, kami beli sawah itu. Tahun pertama 2013 dengan modal Rp 7,5 juta, kami bisa beli gadai setengah bahu (3.500 meter persegi), tahun 2014 dapat gadai satu setengah bahu (10.500 meter persegi) seharga Rp 23,5 juta. Tahun lalu kami punya keuntungan lumayan sehingga bisa ambil sawah gadai dua bahu atau 1,4 hektar seharga Rp 42 juta," kata Rokhi (38), Ketua Kelompok Tani Sumber Sri Asih, Balong Adem, Desa Wanguk, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
No comments:
Post a Comment