Wednesday, March 2, 2016

Kompas Edisi Rabu 2 Maret 2016

Kompas Edisi Rabu 2 Maret 2016

Ketegasan Presiden Ditunggu

Silang Pendapat Antarmenteri Terus Terjadi di Ruang Publik


JAKARTA, KOMPAS — Terus berulangnya silang pendapat antar-anggota kabinet di ruang publik tak hanya menimbulkan pertanyaan tentang soliditas kabinet dan kematangan pribadi para menteri, tetapi juga mempermalukan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.

RANTAI PASOK BERAS

Koperasi Unit Desa Sudah Lama Lunglai


JAKARTA, KOMPAS — Koperasi sebenarnya bisa bersaing dengan pemodal besar dalam rantai pasok beras. Namun, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mendata, saat ini hanya tinggal 150 koperasi unit desa di 17 provinsi yang aktif dan bisa diandalkan. Keberadaan mereka terlalu kecil untuk meningkatkan daya tawar petani.

"Koperasi unit desa (KUD) itu memiliki gudang, lantai jemur, dan kios yang bisa difungsikan. Juga mempunyai sarana angkutan, traktor tangan, dan bahkan mesin penggilingan padi," kata Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Choirul Djamhari di Jakarta, Selasa (1/3). Jumlah 150 KUD itu terlalu sedikit untuk bersatu dan memperbaiki posisi tawar di hadapan tengkulak, pemodal besar, atau investor yang beroperasi pada tingkat petani di desa.

Choirul mengatakan, kejayaan KUD pada dekade 1980-1990 terjadi ketika KUD waktu itu diserahi berbagai penugasan pemerintah dengan mata rantai atau skema yang kemudian disebut sebagai tata niaga. Waktu itu, pemerintah melalui Bulog membuat KUD dan petani bergairah karena ada pengaturan harga komoditas dalam tata niaga dengan harga pasar.


GERHANA MATAHARI TOTAL

Selamat Jalan Mitos, Selamat Datang Nalar


Meski gerhana matahari total beberapa kali hadir di wilayah Indonesia, gerhana pada 9 Maret 2016 tetaplah terasa istimewa. Bukan hanya karena fenomena langka, melainkan juga gerhana kali ini bisa menjadi momentum membangun rasionalitas dan keilmuan bangsa.

Sambutan pemerintah dan masyarakat dalam menyambut gerhana matahari total (GMT) kali ini jauh berbeda dibandingkan gerhana-gerhana sebelumnya, khususnya GMT pada 11 Juni 1983. Gerhana tak lagi dipandang sebagai peristiwa alam menakutkan. Kegelapan yang menyertai tertutupnya Matahari oleh piringan Bulan itu justru dimaknai sebagai kegembiraan.

”Cuaca kultural dalam menyikapi gerhana sudah berubah,” kata Karlina Supelli, astronom sekaligus filsuf pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, Kamis (25/2).

No comments:

Post a Comment