Kompas Edisi Rabu 27 Januari 2016 |
Waspadai Cuci Uang Narkoba
BNN Ancam Serbu Lapas
JAKARTA, KOMPAS — Uang hasil transaksi narkoba berpotensi digunakan pelaku untuk mengelola usaha lain serta mengembangkan bisnis narkoba atau kejahatan lain. Menjerat bandar narkoba dengan tindak pidana pencucian uang diharapkan dapat mematikan sumber dana mereka.
Badan Narkotika Nasional (BNN), Selasa (26/1), mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan tersangka GP dari bisnis narkoba dengan penyitaan aset pelaku senilai Rp 17 miliar. Dana narkoba itu diperoleh dari transaksi yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
Kepala BNN Komisaris Jenderal Budi Waseso mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk menelusuri uang hasil transaksi narkoba tersebut.
Mitigasi Bencana
KA Cepat Dikepung Empat Sumber Gempa
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung wajib memperhitungkan zona kegempaan dan daya dukung tanah untuk meminimalkan risiko bencana. Ada empat sumber gempa di kawasan itu yang pernah memicu gempa merusak di masa lalu sehingga dikhawatirkan membahayakan operasionalisasi KA cepat.
”Dari kajian kami, empat sumber gempa bisa berdampak pada KA cepat Jakarta-Bandung, yakni Sesar Baribis, Sesar Lembang, Sesar Cimandiri, dan zona subduksi lempeng di Samudra Hindia,” ujar Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono, di Jakarta, Selasa (26/1).
Sesar Baribis membentang dari Kabupaten Subang hingga Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dan jadi pemicu sejumlah gempa pada masa lalu, seperti gempa bumi Kuningan tahun 1842 dan 1875, gempa bumi Majalengka tahun 1912 dan 1990 yang berkekuatan magnitude (M) 5,8 sehingga merusak banyak bangunan terutama di Majalengka.
Pengelolaan Gambut
Larangan Bakar Lahan Saja Tidaklah Cukup
Edi Sumono (38) hampir tak percaya ada larangan membakar lahan tanam. Apalagi, ”tak terkecuali bagi petani kecil” seperti dikabarkan Kepala Desa Sungai Bungur, Tamin (37), di kebun palawija, Jumat (22/1). Di Jambi, sebelumnya diizinkan membakar lahan maksimal 2 hektar.
Edi, Ketua Gabungan Kelompok Tani Tali Gawe, yang mewadahi 10 kelompok tani padi dan palawija di desa itu, langsung gelisah. ”Pemerintah bikin larangan, baik, kami terima. Namun, apa solusi yang mereka beri bagi petani?” katanya.
Membakar lahan telah menjadi tradisi panjang pada saat musim tanam di desa yang terbentuk tahun 1930-an itu. Turun temurun, masyarakat membudidayakan padi dan jagung dalam total lahan seluas 350 hektar. Desa itu tumbuh sebagai salah satu sentra utama penghasil pangan daerah.
No comments:
Post a Comment