Kompas Edisi Jumat 30 September 2016 |
Deklarasi Rp 4.000 Triliun
Melalui Program Pengampunan, Wajib Pajak Bertambah 11.920 Orang
JAKARTA, KOMPAS — Deklarasi aset melalui program pengampunan pajak menembus Rp 4.000 triliun dan sesuai target di kisaran Rp 3.000 triliun hingga Rp 4.000 triliun. Selain mencapai target, Direktorat Jenderal Pajak juga mendapatkan tambahan wajib pajak baru sebanyak 11.920 orang.
Jumlah wajib pajak baru itu kemungkinan besar masih akan terus bertambah karena program pengampunan pajak tahap pertama berakhir pada Jumat (30/9) dan tahap tiga berakhir pada 31 Maret 2017. ”Deklarasi sudah lebih dari Rp 4.000 triliun,” kata Direktur Jenderal Pajak (DJP) Ken Dwijugiasteadi menjawab pertanyaan Kompas di Jakarta, Kamis (29/9).
Berdasarkan data yang ditampilkan pada laman DJP pada Kamis pukul 22.00, sebanyak 297.202 wajib pajak mengikuti program pengampunan pajak. Total aset yang dideklarasikan Rp 3.184 triliun. Uang tebusan berdasarkan surat pernyataan harta (SPH) mencapai Rp 79,4 triliun.
PON JABAR 2016
Saatnya Serius Menata Pembinaan Olahraga
JAKARTA, KOMPAS — Pekan Olahraga Nasional Jabar 2016 rampung digelar. Meski atlet-atlet muda bermunculan di sejumlah cabang, dominasi atlet level pelatnas atau level internasional masih terasa. Namun, muncul pula kenyataan bahwa kualitas atlet Tanah Air masih tertinggal dari atlet negara lain.
Fenomena ini menguatkan perlunya perubahan pembinaan atlet muda, salah satunya menjadikan PON sebagai ajang bagi atlet-atlet muda untuk menembus level elite.
Pengajar Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta Djoko Pekik mengatakan, pemerintah mesti lebih peduli dan serius melihat hal tersebut. Pemerintah harus membuat regulasi yang mengikat, salah satunya soal pembatasan atlet yang tampil di PON. Atlet level pelatnas, yang sudah tampil di level internasional, seharusnya tidak lagi turun di PON.
Pelestarian Cagar Budaya
Mereka yang Kesengsem Lasem
Rumah-rumah gedong berusia hampir 150 tahun itu dibiarkan sepi setelah ditinggalkan pemilik atau ahli warisnya. Gerbang kayu megah yang menjadi pintu masuk terlihat kusam, menandakan rumah tidak terawat.
Rumah-rumah besar perpaduan arsitektur Tiongkok-Hindia di kawasan pecinan Lasem di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, itu seolah di ambang kehancuran. Kawasan itu tumbuh pesat seiring pesatnya perdagangan candu di Pulau Jawa pada abad ke-19. James R Rush dalam bukunya, Opium to Java, mencatat Lasem sebagai corong candu pada 1860-an.
Seiring hancurnya perdagangan candu, sebagian besar warganya beralih menjadi pengusaha batik. Namun, Lasem kembali mati suri, hanya sebagai pelintasan di antara kesibukan jalur pantura yang dirintis saat pemerintahan Daendels pada 1808.