Saturday, September 3, 2016

Kompas Edisi Sabtu 3 September 2016

Kompas Edisi Sabtu 3 September 2016
Kompas Edisi Sabtu 3 September 2016

Pengusaha Siapkan Tebusan

Wapres: Target Pengampunan Pajak Terlalu Tinggi


JAKARTA, KOMPAS — Pemilik kelompok bisnis raksasa menyiapkan dana tunai hingga Rp 60 triliun untuk membayar tebusan sebagai konsekuensi mengikuti program pengampunan pajak. Selain pengusaha, pengampunan pajak diharapkan juga diikuti pejabat negara dan politisi.

 Saat ini, banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merangkap sebagai pengusaha. Keikutsertaan mereka dan pejabat negara lain dalam program pengampunan pajak akan memberi contoh yang baik bagi rakyat.

Guna melayani wajib pajak besar yang hendak mengikuti program pengampunan pajak dengan nilai tebusan sedikitnya Rp 100 miliar, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan membuka posko layanan prioritas di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta. Posko itu ada di sebuah ruangan di lantai 24 gedung tersebut, tepatnya di samping ruang kerja Kepala Kantor Wilayah Pajak Jakarta Selatan I.


Virus Zika

Semua Rumah Sakit Bisa Menangani


JAKARTA, KOMPAS — Semua fasilitas kesehatan di Indonesia diminta bersiaga menangani pasien yang diduga terserang virus zika menyusul merebaknya infeksi virus itu di Singapura. Itu karena penanganan zika tak perlu kompetensi khusus dan sama dengan penanganan demam berdarah dengue.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Mohamad Subuh, Jumat (2/9), di Jakarta, mengatakan, semua fasilitas kesehatan, khususnya rumah sakit yang bisa menangani demam berdarah, juga menangani penyakit zika. ”Tak perlu kompetensi khusus,” ujarnya.

Untuk menangkal penyebaran zika dari Singapura, Kemenkes mengandalkan pemberian kartu peringatan kesehatan yang diberikan kepada penumpang yang datang dari Singapura dan memfungsikan pemindai suhu tubuh. Selain efektif mendeteksi penyebaran zika, penggunaan pemindai tubuh dinilai praktis.


Pemindahan Warga

Asa untuk Bangkit di Rumah Susun


Sambil mengatur napas, Parwita (52) menggerakkan tangannya menarik garis dengan canting berisi lilin panas di atas selembar kain, Kamis (1/9). Seumur-umur, sejak lahir di Jakarta, ibu satu anak ini baru pertama kali menekuni keterampilan membatik.

 Harapannya hanya satu, dapat membantu anaknya membayar sewa unit di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Pulogebang, Jakarta Timur.

Tak ada ”ritual” meniup lubang canting seperti umumnya dilakukan perajin batik. ”Enggak pakai tiup-tiupan. Biarin aja lilinnya netes, nanti juga berhenti sendiri. Kalau sudah berhenti, baru bisa dipakai membatik,” kata Pawita, mantan warga Kalijodo, Tambora, Jakarta Barat, yang ikut direlokasi ke Rusunawa Pulogebang, sekitar enam bulan lalu.

No comments:

Post a Comment