Kompas Edisi Sabtu 7 November 2015 |
Warga Buru Terpapar Merkuri
Perintah Presiden Jokowi untuk Menutup Tambang Diabaikan
AMBON, KOMPAS — Zat merkuri yang digunakan untuk pengolahan hasil tambang emas liar di Gunung Botak, Kabupaten Ironisnya, sampai saat ini penambangan tetap berlangsung kendati secara lisan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar tambang tanpa izin itu segera ditutup.
Yusthinus T Male, dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura, Ambon, yang terlibat dalam penelitian itu, Jumat (6/11), mengatakan, merkuri masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan.
Pasalnya, limbah pengolahan emas dibuang ke Sungai Waeapo yang memiliki tujuh subdaerah aliran sungai. Sungai itu merupakan sumber utama pengairan lahan pertanian di daerah itu.Buru, Maluku, terdeteksi telah masuk ke dalam tubuh manusia.
TRANSPORTASI CEPAT MASSAL
Antareja Sudah Menembus 214 Meter
JAKARTA, KOMPAS — Antareja, mesin bor pembuat terowongan untuk transportasi cepat massal (MRT) di Jakarta, hingga Jumat (6/11) terus bekerja di bawah tanah menembus tanah liat berpasir. Antareja yang mulai beroperasi pada 21 September seusai diresmikan Presiden Joko Widodo di sekitar Bundaran Senayan hingga Kamis lalu telah membuat terowongan sepanjang 214 meter.
”Saat ini, kepala bor sudah sejajar dengan Ratu Plaza (pusat perbelanjaan),” kata Arif Rahmat dari Project Control and Reporting Division PT MRT Jakarta di titik pengeboran Antareja di kedalaman 13 meter, Kamis.
Setiap hari, jika tanpa halangan, Antareja bisa mengebor sepanjang 9 meter-10,5 meter. Dengan kecepatan itu, terowongan akan sampai di titik stasiun Senayan sekitar akhir November. Perkiraan itu bisa lebih cepat jika terowongan masuk di Stasiun Senayan bisa selesai lebih awal. ”Masih terus dikerjakan,” ujar Wakil Manajer Proyek Jaya Konstruksi Fadil Yanuarman.
Proyek pembangunan terowongan rel MRT pada segmen Patung Pemuda hingga Setiabudi sepanjang 3,89 kilometer menjadi tanggung jawab konsorsium Shimizu-Obayashi-Wijaya Karya-Jaya Konstruksi.
Kearifan lokal
Karamat, Penghormatan Adat Dayak kepada Alam
Matahari tepat di atas kepala saat Gatis (39) menyusuri Hutan Sungai Baruh. Perjalanan menanjak, dari tanah bersemak, semakin ke dalam, tampak baris tak beraturan pohon-pohon menjulang. Lantai hutan lembab ditumpuki guguran daun.
”Kita telah sampai. Itu di sana karamat, tempat tinggal para penjaga hutan,” kata Gatis, warga suku Dayak di Desa Tahawa, Kecamatan Bukit Rawi, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Rabu (4/11). Di situ berdiri pondok kayu setinggi 2 meter. Gatis meletakkan sesajian berupa bunga, minuman, dan rokok di dalam pondok itu.
Menurut dia, rumah itu dibangun sekitar 50 tahun lalu setelah peristiwa besar di desa itu. Ada warga yang menebang kayu dalam hutan tiba-tiba terserang penyakit aneh yang tak kunjung sembuh selama dua bulan. Warga pun bergotong royong membangun tempat sesajian dan menggelar ritual adat dengan mengurbankan ayam dan babi.
No comments:
Post a Comment