Tuesday, July 26, 2016

Kompas Edisi Selasa 26 Juli 2016

Kompas Edisi Selasa 26 Juli 2016
Kompas Edisi Selasa 26 Juli 2016

Pengawasan Lemah Jadi Celah

810 Keluarga Jadi Korban Kartu Palsu Jaminan Kesehatan Nasional


CIMAHI, KOMPAS — Lemahnya pengawasan oleh pemerintah dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan memicu peredaran kartu peserta Jaminan Kesehatan Nasional palsu di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Apalagi, budaya asuransi di masyarakat belum terbangun.

 Hingga Senin (25/7), Kepolisian Resor Cimahi, Jawa Barat, telah memeriksa 11 saksi terkait beredarnya kartu peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) palsu di Padalarang. Polisi juga menetapkan AS, Koordinator Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Rumah Peduli Dhuafa (LPM RPD), sebagai tersangka pemalsuan.

”Polisi masih menelusuri keterlibatan pihak lain, antara lain yang membantu menawarkan dan mencari pelanggan,” kata Kepala Polres Cimahi Ajun Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi di Cimahi.


Wawancara Khusus

”Tax Amnesty” Bukan Amnesti Koruptor


Satu pekan pemerintah sudah melaksanakan program pengampunan pajak. Untuk menunjukkan kesungguhan, dan demi keberhasilan program tersebut, Presiden Joko Widodo memimpin sendiri sosialisasi program tersebut ke Surabaya, Jawa Timur, dan Medan, Sumatera Utara. Harapannya, uang milik warga negara Indonesia yang puluhan tahun disimpan di luar negeri dapat dikembalikan ke Tanah Air.

 Selain dapat memutar roda perekonomian, hasil repatriasi diharapkan juga dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Meski demikian, banyak kalangan meragukan keberhasilan program itu dengan sejumlah alasan. Sebaliknya, tak sedikit yang khawatir program itu akan menghambat penegakan hukum, dan justru melindungi para koruptor.

Untuk mengetahui lebih jauh pelaksanaan program tersebut, Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo mewawancarai Presiden Jokowi di Ruang Kredensial, Istana Merdeka, Jakarta, Senin (25/7). Berikut petikan wawancaranya.


MAJALAH SASTRA

"Horison" di Tengah Terjangan Zaman


Lahir 50 tahun lalu, majalah Horison menandai era kebebasan kreatif negeri ini. Sastrawan-sastrawan besar bermunculan, mulai dari Rendra, Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono, hingga Umar Kayam. Tepat di pesta emasnya, Horison mengakhiri wujud fisiknya. Terjangan zaman mengharuskannya berubah.

Atap Balai Budaya Jakarta di Jalan Gereja Theresia, Menteng, Jakarta, nyaris melorot, dinding tripleksnya keropos, dan kaca jendelanya copot, Senin (25/7) sore kemarin. Di Balai Budaya, kawah candradimuka para perupa ternama ini, majalah Horison terbit pertama kali, Juli 1966 silam.

Horison lahir di era pergantian rezim Orde Lama ke Orde Baru. Pada masa itu, dunia sastra dan seni rupa menikmati euforia kebebasan kreatif. Pendiri majalah ini adalah Mochtar Lubis, PK Ojong, Zaini, Arief Budiman, dan Taufiq Ismail.

No comments:

Post a Comment