Kompas Edisi Senin 25 Juli 2016 |
Hak-hak Anak Masih Diabaikan
Motif Eksploitasi Terus Mengintai
JAKARTA, KOMPAS — Negara belum optimal memenuhi hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar. Minimnya perlindungan dari pemerintah pusat hingga daerah membuat warga yang berusia 0-17 tahun rentan terhadap kekerasan fisik, seksual, psikis, sosial, dan ekonomi.
Peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh setiap 23 Juli cenderung hanya berupa seremonial karena tidak ada perbaikan terhadap perlindungan hak anak.
Rentetan kasus yang menempatkan anak sebagai korban selama ini mengonfirmasi masih terjadinya pengabaian terhadap hak-hak anak.
Anak korban kejahatan berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, misalnya, pada tahun 2014 tercatat 247.610 anak.
Kementerian tersebut juga mencatat pada tahun 2014 ada 3.372 narapidana anak.
KRISIS TURKI
Erdogan Tutup Ribuan Sekolah dan Yayasan
ANKARA, MINGGU — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Sabtu (23/7), memerintahkan penutupan ribuan sekolah swasta, badan amal dan yayasan, serta puluhan lembaga medis, dan belasan universitas. Ini merupakan dekrit pertama Erdogan setelah memberlakukan status darurat selama tiga bulan di Turki pasca upaya kudeta yang gagal, 15 Juli lalu.
Otoritas Turki juga menahan kemenakan ulama karismatis Fethullah Gulen, Muhammed Sait Gulen, di kota Erzurum, Turki timur laut. Kantor berita Anadolu melaporkan, Sait Gulen akan dibawa ke ibu kota Ankara untuk menjalani pemeriksaan. Gulen, yang tinggal di Amerika Serikat, dituding Erdogan menjadi otak di balik upaya kudeta yang gagal. Tuduhan itu dibantah Gulen.
Sait Gulen merupakan keluarga dekat Gulen pertama yang ditangkap setelah upaya kudeta. Pejabat kepresidenan Turki juga mengatakan, Pemerintah Turki menangkap pembantu utama Gulen, Halis Hanci, yang diperkirakan memasuki Turki dua hari menjelang upaya kudeta.
PENGASUHAN
Tumbuh Kembang di Luar Kasih Sayang Ayah-Bunda
Seorang anak laki-laki berumur enam tahun menatap malu-malu. Ia menyembunyikan tubuhnya di balik Ike Mustika, pembimbing psikologi di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani di Jakarta.
Ia lalu tersenyum dan mau bersalaman. Saat ditanya namanya, ia menjawab lirih dengan menyebut sebuah nama berinisial N.
Sudah dua bulan ini N tinggal di rumah perlindungan milik Kementerian Sosial itu. Siang itu ia tengah asyik bermain dengan C (11), anak laki-laki yang juga tinggal di panti tersebut. Kedua bocah itu mengalami pengalaman yang menyakitkan untuk sampai di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani.
No comments:
Post a Comment