Kompas Edisi Sabtu 27 Februari 2016 |
152 Gajah Sumatera Mati
Habitat Satwa Semakin Hancur
JAMBI, KOMPAS — Sedikitnya 152 gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) mati sejak 2012 dan ancaman kematian gajah terus berlangsung. Kepunahan sudah terjadi di 13 kantong karena habitat gajah secara masif beralih menjadi kebun dan hutan monokultur.
Awal tahun ini saja lima gajah ditemukan mati. Terakhir, Kamis (25/2), seekor gajah ditemukan mati di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, oleh tim gabungan dari anggota Balai TNTN, polisi, dan anggota World Wildlife Fund (WWF) Riau.
Juru bicara WWF Riau, Syamsidar, Jumat (26/2), mengatakan, Kamis sore pihaknya mendapat pesan singkat dari anggota WWF yang ikut patroli di TNTN bahwa ada gajah mati. "Tidak ada keterangan lain. Sampai sekarang, kami belum tahu jenis kelamin gajah yang mati itu, apakah betina atau jantan, berapa usianya, kapan waktu kematiannya, dan informasi lain. Kami tidak dapat menghubungi tim patroli karena sinyal telepon di lokasi itu sangat buruk," katanya.
Perpajakan
Penegakan Hukum Lebih Penting
jakarta, kompasKetimbang mengandalkan program pengampunan pajak yang tidak pasti, apalagi jika harus dibarter dengan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi, pemerintah sebaiknya fokus menegakkan hukum. Apalagi, Kementerian Keuangan telah menetapkan bahwa tahun ini adalah tahun penegakan hukum pajak.
Demikian disampaikan Guru Besar Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Haula Rosdiana di Depok, Jawa Barat, dan Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto di Jakarta, Jumat (26/2).
Haula berpendapat, penegakan hukum pajak memiliki momentum tepat pada tahun ini. Selain bisa memberikan tambahan penerimaan pajak untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016, langkah itu juga sejalan dengan persiapan Pertukaran Informasi Secara Otomotis yang disepakati negara- negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
TUNANETRA
Melihat Warna dalam Kegelapan
Saat lampu ruang teater di CGV Blitz Paris Van Java, Kota Bandung, Jawa Barat, dimatikan dan layar lebar menyala terang, Lenny Fransisca (40) tidak diam.
Ia punya tugas penting ketimbang sekadar menyaksikan film berjudul Jingga garapan Lola Amaria (38). Rabu (24/2) sore itu, ia menjadi ”mata” bagi Romauli (26), rekannya penyandang tunanetra.
Selama 102 menit, Lenny begitu aktif bicara. Saat ada adegan film yang kurang jelas, Romauli bertanya lebih detail. ”Sekarang tokoh Jingga sedang menangis. Sambil terduduk, ia menutup wajah dengan kedua tangannya,” kata Lenny berbisik.
No comments:
Post a Comment