Kompas, Edisi, Senin, 31 Agustus 2015 |
Kematangan Demokrasi Diuji
Pelaksanaan Pilkada Serentak di 262 Daerah Tinggal 3,5 Bulan Lagi
JAKARTA, KOMPAS — Kematangan demokrasi Indonesia diuji kembali dalam pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember 2015. Kali ini adalah pesta demokrasi di 262 daerah yang pelaksanaannya tinggal 3,5 bulan lagi. Hal ini menjadi tantangan bagi demokrasi selanjutnya di tingkat lokal.
Pilkada serentak sebenarnya bukan pertama kali di Indonesia. Pada 9 April 2012, Aceh menggelar pemilihan gubernur dan 17 bupati/wali kota secara serentak. Saat itu, ada 142 pasangan calon yang bertarung.
Tahapan pilkada serentak sejauh ini belum berjalan mulus. Dari semula akan digelar di 269 daerah, tujuh daerah lain tidak mendapatkan minimal dua pasangan bakal calon peserta pilkada. Artinya, baru 262 daerah yang pasangan bakal calon peserta pilkadanya sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum daerah.
PILKADA SURABAYA
Drama Politik yang Tak Kunjung Usai
Subandi (50), seorang penjual rujak keliling, menggelengkan kepala ketika mendengar kabar bahwa Komisi Pemilihan Umum Kota Surabaya akan membuka kembali pendaftaran peserta pemilihan kepala daerah untuk keempat kalinya, Minggu (30/8). Sebagai warga biasa, Subandi lelah mengikuti informasi itu.
Ia tidak bisa memahami mengapa kota sebesar Surabaya terkesan sulit sekali mencari calon pemimpin. Padahal, kota ini memiliki banyak perguruan tinggi ternama. Orang yang punya keahlian menata dan mengelola sebuah kota pun seharusnya tidak sulit ditemukan. Namun, berbagai kejutan dan masalah terus muncul di setiap tahapan pilkada Surabaya.
Masalah pertama muncul ketika pada pendaftaran peserta pilkada 26-28 Juli 2015, hanya pasangan calon petahana, yaitu Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana, yang mendaftar. Hingga pendaftaran usai, tidak ada pasangan calon lain yang mendaftar.
Malaysia
Tekanan terhadap PM Najib Menguat
KUALA, LUMPUR Puluhan ribu warga Malaysia bertahan di sekitar Lapangan Merdeka, Kuala Lumpur, Minggu (30/8) malam, di akhir hari kedua unjuk rasa besar-besaran gerakan Bersih 4.0. Mereka mendengarkan orasi yang disampaikan aktivis di panggung. Ribuan warga juga berjalan kaki meneriakkan yel-yel anti pemerintah.
Atmosfer kekecewaan terhadap pemerintahan Perdana Menteri Najib Razak disampaikan para demonstran, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Wisnu Dewabrata, dari Kuala Lumpur. Mereka kecewa karena menilai pemerintah gagal menyejahterakan rakyat. "Ekonomi memburuk. Biaya hidup semakin berat, juga pajak. Namun, pendidikan turun kualitasnya. Anak-anak sekolah tak lagi wajib berbahasa Inggris. Bagaimana bisa bersaing," ujar Khaty (45), ibu rumah tangga asal Kuala Lumpur.
Ahmad Lukman (26), peternak unggas asal Kedah, bersama rekan-rekannya menggunakan 13 mobil menuju Kuala Lumpur untuk berpartisipasi. "Rakyat sudah muak. Kami ingin pemerintahan diganti lewat pemilihan umum yang bersih," ujar Ahmad.