Wednesday, June 1, 2016

Kompas Edisi Rabu 1 Juni 2016

Kompas Edisi Rabu 1 Juni 2016
Kompas Edisi Rabu 1 Juni 2016

Kearifan Lokal Jaga Indonesia

Hari Lahir Pancasila Ditetapkan 1 Juni


JAKARTA, KOMPAS — Nilai-nilai Pancasila terlihat jelas dalam sejumlah kearifan lokal di sejumlah daerah di Indonesia. Ini membuktikan jika Pancasila digali dan sesuai dengan budaya Indonesia. Kini, yang dibutuhkan adalah menjaga kearifan lokal itu untuk Indonesia yang lebih baik.

 Kearifan lokal ini menjadi makin penting karena kalangan elite sering kali gagal memberi teladan pengamalan Pancasila. Bahkan, mereka sering kali justru ikut merusak nilai-nilai Pancasila dengan melakukan korupsi atau kekerasan serta pelanggaran hak asasi manusia dengan mengatasnamakan negara.

Perusakan nilai-nilai Pancasila, kata sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arie Sudjito, juga muncul dengan mudahnya sejumlah elite menuding pihak lain tidak pancasilais. ”Ketika elite menuduh masyarakat tidak pancasilais, sering kali justru elite itu yang tidak pancasilais,” kata Arie, Selasa (31/5).


KORUPSI DANA HIBAH

La Nyalla Ditangkap dan Langsung Ditahan


JAKARTA, KOMPAS — Tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur La Nyalla Mattalitti akhirnya ditahan Kejaksaan Agung, Selasa (31/5) malam, setelah ditangkap dan dideportasi Pemerintah Singapura karena melampaui izin tinggal. Meski dua kali memenangi pra- peradilan atas penetapannya sebagai tersangka dan melarikan diri selama 64 hari, La Nyalla kini harus menjalani proses hukum.

 Asisten Atase Imigrasi Kedutaan Besar RI di Singapura, Sandy Andaryadi, menjelaskan, pihaknya menerima informasi dari otoritas Singapura, Senin pukul 10.30, bahwa La Nyalla sudah ditangkap karena melanggar aturan keimigrasian berupa melebihi izin tinggal.

La Nyalla langsung dibawa ke Indonesia dengan pesawat Garuda dari Singapura pukul 17.35 dan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta pukul 18.30. Dia langsung dibawa ke Kejaksaan Agung dan tiba pukul 19.30.


SASTRA

Sajian Karya di Jamuan Cerpen ”Kompas”


Ahmad Tohari (68), penulis asal Banyumas, Jawa Tengah, yang dikenal lewat karya trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), dan Jentera Bianglala (1986) meraih penghargaan Cerpen Terbaik ”Kompas” 2015 lewat karya cerpen ”Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta?” Penghargaan diserahkan pada Malam Jamuan Cerpen Pilihan ”Kompas” 2015 dalam rangkaian perayaan 51 tahun harian Kompas.

 Trofi berupa patung karya maestro Nyoman Nuarta diserahkan Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo, Selasa (31/5) malam, di Bentara Budaya Jakarta. Selain dihadiri 21 dari 23 Cerpenis Pilihan Kompas 2015, acara juga dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, pemusik Ananda Sukarlan, serta dramawan Nano Riantiarno dan Ratna Riantiarno.

Selain nama baru, seperti Miranda Seftiana atau Anggun Prameswari, Jamuan Cerpen Pilihan Kompas 2015 juga dimeriahkan oleh kehadiran cerpenis senior yang setia berkarya, seperti Putu Wijaya, Martin Aleida, dan Joko Pinurbo.

No comments:

Post a Comment